Menurut
para ahli ekonomi, akuntansi sudah ada sejak manusia mengenal uang sebagai alat
pembayaran yang sah. Pencatatan keluar masuknya uang, timbulnya hutang-piutang
serta transaksi-transaksi lainnya dilakukan orang, mula-mula di atas lempengan tanah
liat, yang kemudian berkembang dengan menggunakan lontar. Naskah yang menggunakan
lontar tersebut berasal dari negara Arab (Mesir), pada waktu itu Mesir merupakan
Koloni (Jajahan) Romawi. Naskah tersebut hingga sekarang masih tersimpan dengan
baik, berasal dari Babilonia pada tahun 3600 SM. Perkembangan ini menyebabkan
orang waktu itu memerlukan suatu sistem pencatatan yang lebih baik, sehingga
dengan demikian akuntansi juga mulai berkembang.
Setelah
itu perkembangan akuntansi juga ditandai dengan adanya seorang yang bernama
Lucas Pacioli pada tahun 1494, ahli matematika mengarang sebuah buku yang berjudul
Summa de Aritmatica, Geometrica, Proportioni et Propotionalita, di mana dalam
suatu bab berjudul Tractatus de Computies et Scriptoris yang memperkenalkan dan
mengajarkan sistem pembukuan berpasangan yang disebut juga dengan system kontinental.
Sistem
berpasangan adalah sistem pencatatan semua transaksi ke dalam dua bagian, yaitu
debet dan kredit. Kemudian kedua bagian ini diatur sedemikian rupa sehingga selalu
seimbang. Cara seperti ini menghasilkan pembukuan yang sistematis dan laporan
keuangan yang terpadu, karena dapat menggambarkan tentang laba rugi usaha, kekayaan
perusahaan serta hak pemilik.
Sistem
yang berkembang tersebut dinamakan sesuai dengan nama yang mengembangkannya
atau nama negaranya masing-masing. Misalnya sistem Belanda (Sistem Continental)
dan Amerika serikat (Sistem Anglo Saxon). Sistem-sistem tersebut kemudian
berjalan sesuai dengan perkembangannya. Pada abad sekarang ini sistem yang paling
banyak digunakan yaitu Sistem Anglo Saxon, hal ini disebabkan karena system Anglo
Saxon dapat digunakan untuk mencatat berbagai macam transaksi, sedangkan sistem
yang lainnya agak sukar untuk digunakan. Hal ini disebabkan karena sistem yang lain
sering memisahkan antara pembukuan dengan akuntansi sedangkan dalam system Anglo
Saxon, pembukuan merupakan bagian dari akuntansi.
Praktik akuntansi di
Indonesia dapat ditelusuri pada era penjajahan Belanda sekitar abad 17 atau
sekitar tahun 1642. Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di
Indonesia dapat di temui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan
Amphioen Socitey yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Belanda memperkenalkan
sistem pembukuan berpasangan (Double-entry bookkeeping) sebagaimana yang
dikembangkan oleh luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda yang merupakan
organisasi komersial utama selama masa penjajahan memainkan peranan penting
dalam praktik bisnis di Indonesia.
Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat
cepat selama tahun 1800-an hingga awal tahun 1900-an. Hal ini ditandai dengan
dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha Belanda banyak yang menanamkan
modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong munculnya
permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih. Akibatnya, fungsi
auditing mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907. Peluang terhadap
kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang
masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan
perusahaan manufaktur. Intrernal auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah
J.W Labrijn yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang
melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan) adalah
Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907.
Pengiriman Van Schagen merupakan titik tolak
berdirinya Jawatan Akuntan Negara, Government Accountant Dienst yang terbentuk
pada tahun 1915. Akuntan public yang pertama adalah Frese dan Hogeweg yang
mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1918. pendirian kantor ini diikuti
kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan H.Y. Voerens pada tahun 1920 dan
pendirian Jawatan Akuntan Pajak – Belasting Accountant Dienst. Pada era
penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja sebagai akuntan publik.
Orang Indonesia pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD. Massie,
yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada tanggal 21
September 1929.
Kesempatan bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai
muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Sampai
tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof.
Dr. Abutari. Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah
kemerdekaan (1950-an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh
sistem akuntansi model Belanda.
Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda
dan pindahnya orang-orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan
kelangkaan akuntan dan tenaga ahli. Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan
akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika.
Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur
dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah.
Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan
tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi, seperti pembukaan jurusan
akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institut Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara-STAN) 1990, Universitas Padjajaran 1960, Univeritas Sumatra
Utara 1960, Universitas Airlangga 1960 dan Universitas Gajah Mada 1964, telah
mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada
tahun 1960. Selanjutnya, pada tahun 1970 semua lembaga mengadopsi sistem
akuntansi model Amerika.
Pada pertengahan tahun 1980-an, sekelompok teknokrat
muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi.
Kelompok tersebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetetif dan
lebih berorentasi pada pasar, dengan dukungan praktik akuntansi lebih baik.
Kebijakan kelompok tersebut memperoleh dukungan yang kuat dari investor asing
dan lembaga-lembaga internasional. Sebelum perbaikan pasar modal dan pengenalan
reformasi akuntansi tahun 1980-an dan awal 1990-an, dalam praktik banyak
ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan, satu untuk menunjukkan
gambaran sebenarnya dari perusahaan dan untuk dasar pengambilan keputusan; satu
untuk menunjukkan hasil yang positif dengan maksud agar dapat digunakan untuk
mengajukan pinjaman/kredit dari bank domestik dan asing; dan satu lagi yang
menunjukkan hasil negatif (rugi) untuk tujuan pajak.
Pada awal tahun 1990-an, tekanan untuk memperbaiki
kualitas pelaporan keuangan muncul seiring dengan terjadinya berbagai skandal
pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor.
Sekandal pertama adalah kasus Bank Duta (bank swasta yang dimiliki oleh tiga
yayasan yang dikendalikan presiden Suharto). Bank Duta Go Public pada tahun
1990, tetapi gagal mengungkapkan kerugian yang terjadi. Bank Duta juga tidak
menginformasi semua informasi kepada Bapepam, auditornya atau underwriternya
tentang masalah tersebut. Celakanya, auditor Bank Duta mengeluarkan pendapat
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Kasus ini diikuti oleh kasus Plaza Indonesia
Realty (Pertengahan 1992) dan Barito Pacific Timber (1993). Rosser mengatakan
bahwa bagi pemerintah Indonesia, kualitas pelaporan keuangan harus diperbaiki
jika memang pemerintah menginginkan adanya transformasi pasar modal dari model
“casino” mejadi model yang dapat memobilisasi aliran investasi jangka panjang.
Berbagai skandal tersebut telah mendorong pemerintah
dan badan berwenang untuk mengeluarkan kebijakan regulasi yang ketat berkaitan
dengan pelaporan keuangan. Pertama, pada September 1994, pemerintah melalui IAI
mengadopsi seperangkat standar akuntansi keuangan (PSAK). Kedua, pemerintah
bekerja sama dengan Bank Dunia (Work Bank) melaksanakan proyek Pengembangan
Akuntansi yang ditunjuk untuk mengembangkan regulasi akuntansi dan melatih
profesi akuntansi. Ketiga, pada tahun 1995, pemerintah membuat berbagai aturan
berkaitan dengan akuntansi dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Keempat,
pada tahun 1995 pemerintah memasukkan aspek akuntansi/pelaporan keuangan
kedalam Undang-Undang Pasar Modal.
Jatuhnya nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin
meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan
keuangan sampai awal 1998, kebangkrutan konglomerat, collapsenya sistem
perbankan, meningkatnya inflasi dan pengangguran memaksa pemerintah bekerja
sama dengan IMF, melakukan negosiasi atas berbagai paket penyelamat yang
ditawarkan IMF. Pada waktu ini kesalahan secara tidak langsung diarahkan pada
buruknya praktik akuntansi dan rendahnya kualitas keterbukaan informasi
(transparansi). Berikut ringkasan perkembangan praktik akuntansi di Indonesia dapat
dilihat pada tabel.
PERKEMBANGAN
POLITIK DAN SOSIAL
|
PERKEMBANGAN
EKONOMI
|
PERKEMBANGAN
AKUNTANSI
|
ERA
KOLONIAL BELANDA (1595-1945) :
·
Belanda menguasai Jawa dan kepulauan lain.
·
Islam menjadi agama mayoritas
|
Perusahaan
Hindia Belanda (VOC) menguasai perdagangan di Indonesia. Keterlibatan dan
aktifitas Pribumi di perdagangan dibatasi dengan ketat. Etnis China diberi
hak khusus dibidang perdagangan dan
transportasi air.
|
Belanda
mengenalkan akuntansi di Indonesia Regulasi akuntansi yang pertama
dikeluarkan tahun 1642 oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda. Regulasi terebut
mengatur administrasi Kas dan Piutang (Abdil Kadir 1982)
|
ERA SUKARNO (1945-1966) :
Indonesia
memperoleh kemerdekaan. Kepemimpinan presiden Soekarni dekat dengan
pemerintah Cina (RRC). Tahun 1965 terjadi usaha kudeta oleh komunis yang
berhasil digagalkan dan mendorong peran militer.
|
Dominasi
perdagangan oleh Belanda dan China mendorong munculnya ketidak adilan di
masyarakat. Akhirnya, Indonesia memilih pendekatan sosialis dalam pembangunan
yang ditandai dengan dominasi peran Negara. Tahun 1958, semua perusahaan
milik Belanda dinasionalisasi dan warga Negara Belanda keluar dari Indonesia.
|
Akademi
lulusan Amerika mengisi kekosongan posisi akuntan dan sistem akuntansi dan
auditing Amerika dikenalkan di Indonesia. Baik akuntansi model Belanda maupun
Amerika digunakan secara bersama. Ikatan Akuntansi Indonesia didirikan tahun
1957 untuk memberi pedoman dan untuk mengkoordinasi aktivitas akuntan.
|
ERA SUHARTO (1966-1998) :
Suharto
menjadi Presiden tahun 1966 dengan pendekatan kebijakan ekonomi dan politik
yang konservatif
|
Dibawah
kepemimpinan Suharto, pembangunan ekonomi didasarkan pada pendekatan
kapitalis. Investor asing didorong dan tahun 1967 dikeluarkan Undang-undang
Penanaman Modal Asing yang menghasilkan munculnya perusahaan asing
Tahun
1997-1998 Krisis Keuangan Asia menimpa Indonesia dan banyak perusahaan yang
bangkrut.
|
Terjadi
transfer pengetahuan dan keahlian akuntansi secara langsung dari kantor pusat
perusahaan asing kepada karyawan Indonesia dan secara tidak langsung
mempengaruhi aktivitas bisnis.
Tahun
1973, IAI mengadopsi seperangkat prinsip akuntansi dan standar auditing serta
professional code of conduct.
Prinsip-prinsip akuntansi didasarkan pada pedoman akuntansi yang
dipublikasikan AICPA tahun 1965.
Standar
akuntansi internasional diadopsi tahun 1995
|
ERA
SETELAH SUHARTO (SETELAH 1998) :
Suharto
dipaksa mengundurkan diri pada tahun 1998
|
Indonesia
berjuang dari kesulitan ekonomi dan stabilitas sosial.
|
Regulasi
diperketat untuk memperbaiki pengungkapa informasi.
|
DAFTAR
PUSTAKA :
Rahmansyah
Ritonga. Evolusi Akuntansi di Indonesia.
Widyaiswara
Muda pada Balai Diklat Keagamaan Medan. (diakses melalui http://sumut.kemenag.go.id/
)