Senin, 06 April 2015

Perkembangan Akuntansi di Indonesia

Menurut para ahli ekonomi, akuntansi sudah ada sejak manusia mengenal uang sebagai alat pembayaran yang sah. Pencatatan keluar masuknya uang, timbulnya hutang-piutang serta transaksi-transaksi lainnya dilakukan orang, mula-mula di atas lempengan tanah liat, yang kemudian berkembang dengan menggunakan lontar. Naskah yang menggunakan lontar tersebut berasal dari negara Arab (Mesir), pada waktu itu Mesir merupakan Koloni (Jajahan) Romawi. Naskah tersebut hingga sekarang masih tersimpan dengan baik, berasal dari Babilonia pada tahun 3600 SM. Perkembangan ini menyebabkan orang waktu itu memerlukan suatu sistem pencatatan yang lebih baik, sehingga dengan demikian akuntansi juga mulai berkembang.

Setelah itu perkembangan akuntansi juga ditandai dengan adanya seorang yang bernama Lucas Pacioli pada tahun 1494, ahli matematika mengarang sebuah buku yang berjudul Summa de Aritmatica, Geometrica, Proportioni et Propotionalita, di mana dalam suatu bab berjudul Tractatus de Computies et Scriptoris yang memperkenalkan dan mengajarkan sistem pembukuan berpasangan yang disebut juga dengan system kontinental.

Sistem berpasangan adalah sistem pencatatan semua transaksi ke dalam dua bagian, yaitu debet dan kredit. Kemudian kedua bagian ini diatur sedemikian rupa sehingga selalu seimbang. Cara seperti ini menghasilkan pembukuan yang sistematis dan laporan keuangan yang terpadu, karena dapat menggambarkan tentang laba rugi usaha, kekayaan perusahaan serta hak pemilik.

Sistem yang berkembang tersebut dinamakan sesuai dengan nama yang mengembangkannya atau nama negaranya masing-masing. Misalnya sistem Belanda (Sistem Continental) dan Amerika serikat (Sistem Anglo Saxon). Sistem-sistem tersebut kemudian berjalan sesuai dengan perkembangannya. Pada abad sekarang ini sistem yang paling banyak digunakan yaitu Sistem Anglo Saxon, hal ini disebabkan karena system Anglo Saxon dapat digunakan untuk mencatat berbagai macam transaksi, sedangkan sistem yang lainnya agak sukar untuk digunakan. Hal ini disebabkan karena sistem yang lain sering memisahkan antara pembukuan dengan akuntansi sedangkan dalam system Anglo Saxon, pembukuan merupakan bagian dari akuntansi.

Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusuri pada era penjajahan Belanda sekitar abad 17 atau sekitar tahun 1642. Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia dapat di temui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Socitey yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Belanda memperkenalkan sistem pembukuan berpasangan (Double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan oleh luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia.

Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800-an hingga awal tahun 1900-an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907. Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur. Intrernal auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah J.W Labrijn yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907.

Pengiriman Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara, Government Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915. Akuntan public yang pertama adalah Frese dan Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1918. pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan H.Y. Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak – Belasting Accountant Dienst. Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja sebagai akuntan publik. Orang Indonesia pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD. Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929.

Kesempatan bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Sampai tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari. Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950-an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda.

Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda dan pindahnya orang-orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli. Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah.

Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi, seperti pembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institut Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Universitas Padjajaran 1960, Univeritas Sumatra Utara 1960, Universitas Airlangga 1960 dan Universitas Gajah Mada 1964, telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960. Selanjutnya, pada tahun 1970 semua lembaga mengadopsi sistem akuntansi model Amerika.

Pada pertengahan tahun 1980-an, sekelompok teknokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetetif dan lebih berorentasi pada pasar, dengan dukungan praktik akuntansi lebih baik. Kebijakan kelompok tersebut memperoleh dukungan yang kuat dari investor asing dan lembaga-lembaga internasional. Sebelum perbaikan pasar modal dan pengenalan reformasi akuntansi tahun 1980-an dan awal 1990-an, dalam praktik banyak ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan, satu untuk menunjukkan gambaran sebenarnya dari perusahaan dan untuk dasar pengambilan keputusan; satu untuk menunjukkan hasil yang positif dengan maksud agar dapat digunakan untuk mengajukan pinjaman/kredit dari bank domestik dan asing; dan satu lagi yang menunjukkan hasil negatif (rugi) untuk tujuan pajak.

Pada awal tahun 1990-an, tekanan untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan muncul seiring dengan terjadinya berbagai skandal pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor. Sekandal pertama adalah kasus Bank Duta (bank swasta yang dimiliki oleh tiga yayasan yang dikendalikan presiden Suharto). Bank Duta Go Public pada tahun 1990, tetapi gagal mengungkapkan kerugian yang terjadi. Bank Duta juga tidak menginformasi semua informasi kepada Bapepam, auditornya atau underwriternya tentang masalah tersebut. Celakanya, auditor Bank Duta mengeluarkan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Kasus ini diikuti oleh kasus Plaza Indonesia Realty (Pertengahan 1992) dan Barito Pacific Timber (1993). Rosser mengatakan bahwa bagi pemerintah Indonesia, kualitas pelaporan keuangan harus diperbaiki jika memang pemerintah menginginkan adanya transformasi pasar modal dari model “casino” mejadi model yang dapat memobilisasi aliran investasi jangka panjang.

Berbagai skandal tersebut telah mendorong pemerintah dan badan berwenang untuk mengeluarkan kebijakan regulasi yang ketat berkaitan dengan pelaporan keuangan. Pertama, pada September 1994, pemerintah melalui IAI mengadopsi seperangkat standar akuntansi keuangan (PSAK). Kedua, pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia (Work Bank) melaksanakan proyek Pengembangan Akuntansi yang ditunjuk untuk mengembangkan regulasi akuntansi dan melatih profesi akuntansi. Ketiga, pada tahun 1995, pemerintah membuat berbagai aturan berkaitan dengan akuntansi dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Keempat, pada tahun 1995 pemerintah memasukkan aspek akuntansi/pelaporan keuangan kedalam Undang-Undang Pasar Modal.

Jatuhnya nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan sampai awal 1998, kebangkrutan konglomerat, collapsenya sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF, melakukan negosiasi atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini kesalahan secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya kualitas keterbukaan informasi (transparansi). Berikut ringkasan perkembangan praktik akuntansi di Indonesia dapat dilihat pada tabel.

PERKEMBANGAN POLITIK DAN SOSIAL
PERKEMBANGAN EKONOMI
PERKEMBANGAN AKUNTANSI
ERA KOLONIAL BELANDA (1595-1945) :
·         Belanda menguasai Jawa dan kepulauan lain.
·         Islam menjadi agama mayoritas


Perusahaan Hindia Belanda (VOC) menguasai perdagangan di Indonesia. Keterlibatan dan aktifitas Pribumi di perdagangan dibatasi dengan ketat. Etnis China diberi hak khusus  dibidang perdagangan dan transportasi air.


Belanda mengenalkan akuntansi di Indonesia Regulasi akuntansi yang pertama dikeluarkan tahun 1642 oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda. Regulasi terebut mengatur administrasi Kas dan Piutang (Abdil Kadir 1982)
ERA SUKARNO (1945-1966) :
Indonesia memperoleh kemerdekaan. Kepemimpinan presiden Soekarni dekat dengan pemerintah Cina (RRC). Tahun 1965 terjadi usaha kudeta oleh komunis yang berhasil digagalkan dan mendorong peran militer.


Dominasi perdagangan oleh Belanda dan China mendorong munculnya ketidak adilan di masyarakat. Akhirnya, Indonesia memilih pendekatan sosialis dalam pembangunan yang ditandai dengan dominasi peran Negara. Tahun 1958, semua perusahaan milik Belanda dinasionalisasi dan warga Negara Belanda keluar dari Indonesia.


Akademi lulusan Amerika mengisi kekosongan posisi akuntan dan sistem akuntansi dan auditing Amerika dikenalkan di Indonesia. Baik akuntansi model Belanda maupun Amerika digunakan secara bersama. Ikatan Akuntansi Indonesia didirikan tahun 1957 untuk memberi pedoman dan untuk mengkoordinasi aktivitas akuntan.
ERA SUHARTO (1966-1998) :
Suharto menjadi Presiden tahun 1966 dengan pendekatan kebijakan ekonomi dan politik yang konservatif


Dibawah kepemimpinan Suharto, pembangunan ekonomi didasarkan pada pendekatan kapitalis. Investor asing didorong dan tahun 1967 dikeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing yang menghasilkan munculnya perusahaan asing
Tahun 1997-1998 Krisis Keuangan Asia menimpa Indonesia dan banyak perusahaan yang bangkrut.


Terjadi transfer pengetahuan dan keahlian akuntansi secara langsung dari kantor pusat perusahaan asing kepada karyawan Indonesia dan secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas bisnis.
Tahun 1973, IAI mengadopsi seperangkat prinsip akuntansi dan standar auditing serta professional code of conduct. Prinsip-prinsip akuntansi didasarkan pada pedoman akuntansi yang dipublikasikan AICPA tahun 1965.
Standar akuntansi internasional diadopsi tahun 1995
ERA SETELAH SUHARTO (SETELAH 1998) :
Suharto dipaksa mengundurkan diri pada tahun 1998


Indonesia berjuang dari kesulitan ekonomi dan stabilitas sosial.


Regulasi diperketat untuk memperbaiki pengungkapa informasi.

DAFTAR PUSTAKA :
Rahmansyah Ritonga. Evolusi Akuntansi di Indonesia. Widyaiswara Muda pada Balai Diklat Keagamaan Medan. (diakses melalui http://sumut.kemenag.go.id/ )