Relatif masih banyaknya masyarakat Indonesia yang
belum bisa mengakses pelayanan jasa keuangan, menjadi perhatian Bank Indonesia
(BI) dan Pemerintah. Merupakan upaya untuk mendorong sistim keuangan agar dapat
diakses seluruh lapisan masyarakat sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
sekaligus mengatasi kemiskinan. Keuangan Inklusif merupakan suatu kegiatan
menyeluruh yang bertujuan meniadakan segala bentuk hambatan terhadap akses
masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan dengan didukung oleh
berbagai infrastruktur yang ada. Dari sisi ekonomi makro, program ini
diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang makin inklusif dan berkelanjutan,
serta dapat memberikan manfaat kesejahteraan bagi rakyat banyak.
Salah satu program yang ditempuh oleh Bank Indonesia
pada pilar pengembangan saluran distribusi adalah Branchless Banking.
Branchless Banking merupakan kegiatan pemberian jasa layanan sistem pembayaran
dan keuangan terbatas yang dilakukan tidak melalui kantor fisik bank, namun
dengan menggunakan sarana teknologi dan/atau jasa pihak ketiga terutama untuk
melayani masyarakat yang belum terlayani jasa keuangan/unbanked. Layanan
keuangan yang diberikan melalui branchless banking ini merupakan layanan sistem
pembayaran dan perbankan terbatas yang ditujukan untuk memenuhi kepentingan
ekonomi masyarakat unbanked dan underbanked, seperti pengiriman uang, menyimpan
kelebihan pendapatan, dan memperoleh tambahan dana untuk pembiayaan usaha
produktif.
Hasil
Riset BI tahun 2011, disebutkan bahwasekitar 120 juta atau 50,6% dari 237 juta
penduduk Indonesia belum tersentuh jasa perbankan (unbankable). Lebih rinci,
diketahui 62% rumah tangga nasional yang mencakup 32 juta jiwa belum tersentuh
layanan perbankan.Secara umum karakteristik masyarakat yang menjadi target
dalam kerangka branchless banking yakni memiliki pendapatan relative kecil,
pemahaman terhadap sistem keuangan yang kurang, dan tidak/kurang memiliki
pengalaman dalam menggunakan jasa/produk perbankan.
Riset Bank Dunia tahun
2011 juga berhasil menjawab masalah mengapa masyarakat berpenghasilan rendah
belum membutuhkan layanan perbankan atau lembaga keuangan, yakni :
1. Merasa belum memiliki uang yang cukup
2. Belum memiliki pekerjaan tetap / pengangguran
3. Tidak memeroleh manfaat bila berhubungan dengan bank
atau lembaga keuangan lainnya
4. Merasa tidak layak meminjam
5. Tidak membutuhkan kredit
6. Tidak memiliki jaminan untuk memeroleh pinjaman
7. Tidak memiliki kemampuan untuk membayar cicilan
utang
8. Tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang seluk
beluk pinjaman di bank
9. Tidak akan memeroleh manfaat dari kredit bank
Branchless Banking Tujuannya adalah
untuk mengurangi biaya layanan perbankan.Perluasan jaringan perbankan,
memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk menjangkau lokasi yang terpencil di
tanah air. BB menjadi salah satu pendekatan yang potensial yang bersifat non-konvensional,
hal ini disebabkan perbankan kita saat ini masih bersifat konvensional. Masalah
permodalan dalam sistem bank konvensional merupakan hambatan utama dalam meningkatkan
layanan jasa keuangan. Pendekatan nonkonvensional seperti perkembangan
e-banking, SMS banking atau mobile banking sudah diterapkan pada bank-bank
besar namun terkendala pada saat pembukaan rekening. BB merupakan terobosan yang
bersifat non-konvensional dimana di beberapa negara seperti Kenya-Afrika dan Meksiko
sudah berhasil menerapkannya. Terobosan yang harus dilakukan oleh perbankan
melalui pemanfaatan teknologi, khususnya telekomunikasi. Perkembangan industri
telekomunikasi yang baru berkembang 20 tahun terakhir di Indonesia ternyata sudah
memiliki penetrasi mencapai 250 juta pelanggan, apabila dibandingkan dengan jumlah
rekening tabungan yang hanya 70 juta (tahun 2011).
Sebagai tahap awal, Bank Indonesia telah
menetapkan 8 wilayah sebagai pilot project yakni Sumatera Utara, Sumatera
Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan
Kalimantan Timur. Pemilihan daerah tersebut didasarkan oleh tingkat kejenuhan perbankan
yang diukur dengan variable data PDRB, jumlah penduduk, jumlah DPK, dan tingkat
potensi UMK. Saat ini terdapat beberapa bank yang siap untuk terlibat dalam pilot
project tersebut yakni Bank Mandiri, BRI, BTPN, Bank Sinar Harapan Bali, dan
Bank CIMB Niaga. Dalam cakupan yang lebih luas selain sebagai sarana untuk
melakukan transaksi, branchless bankingakan dikaitkan dengan penyediaan
informasi para pelaku usaha di daerah yang belum tersentuh layanan perbankan,
untuk memperoleh informasi lain yang terkait dengan kegiatan usahanya.
Di dunia internasional, khususnya di
emerging market, praktek branchless banking bukanlah hal baru. Dari berbagai
studi literatur tercatat lebih dari 100 negara, seperti Malaysia, India,
Filipina, Kenya, Pakistan, dan Mexico, yang mengimplementasikan branchless banking.
Sementara itu, dalam konteks Indonesia,
branchless banking merupakan hal baru bagi industri perbankan di Indonesia. Oleh
karena itu, implementasi branchless banking perlu dilakukan secara hati-hati
mengingat implementasi perluasan layanan perbankan melalui UPLK dan teknologi
dapat meningkatkan risiko, khususnya risiko operasional, risiko hukum dan
risiko reputasi bagi bank dan perusahaan telekomunikasi. Melalui uji coba/pilot
project branchless banking diharapkan dapat diperoleh model bisnis yang sesuai
dan hambatan serta risiko yang dihadapi oleh para pihak yang terlibat. Adapun
keseluruhan implementasinya dilakukan secara bertahap mulai dari penerbitan
pedoman, uji coba, evaluasi menyeluruh, dan implementasi secara penuh melalui
penerbitan ketentuan branchless banking.
Mengapa pemerintah perlu mengadakan
program Branchless Banking, karena:
1.
Seperti halnya
dinegara negara berkembang Indonesia termasuk didalamnya, akses layanan
perbankan masyarakat bawah masih kurang bahkan beberapa negara dapat
dikatakan kurang sekali. Indonesia sendiri berdasarkan survey Bank Dunia tahun
2010 berkisar 49% dari populasi belum terlayani. Negara-negara lain seperti
Pakistan 85%, Filipina 75%, China 60% dan India 55%. Thailand dan
Malaysia justru lebih rendah dari Indonesia.
2.
Pembukaan kantor
bank yang memerlukan investasi dan biaya operasional yang mahal. Sebagai
gambaran rata-rata biaya investasi yang dibutuhkan bisa sekitar 1,5
milyar dengan biaya operasional tahunan sekitar 900 juta per kantor
3.
Konsentrasi
lokasi perbankan banyak didaerah perkotaan atau urban yang padat. Hal
ini dikarenakan potensi bisnis yang secara kasat mata sudah jelas terlihat
menguntungkan bagi bank. Kalaupun ada di rural area, dapat dipastikan merupakan
area yang padat aktifitas ekonomi, berkembang sehingga secara ekonomis bank
melihat feasibility membuka bank didaerah tersebut menguntungkan.
4.
Persepsi
masyarakat bawah terhadap layanan bank. Mereka melihat bank sebagai sesuatu
yang tidak untuk mereka (bank is not for me). Sejatinya mereka justru dalam
keseharian bersentuhan secara tidak langsung dengan layanan keuangan (financial
service) yang juga dilakukan bank. Namun karena persepsi, mereka cenderung
melakukannya dengan lembaga yang bukan bank antara lain koperasi
dan perorangan. Persepsi yang mereka miliki bahwa :
a.
Berhubungan
dengan bank harus punya uang banyak dan hanya untuk orang kelas atas berduit
b.
Harus meluangkan
waktu khusus ke bank karena jarak yang jauh dari tempat aktifitasnya sehari
hari
c.
Prosedur
berhubungan dengan bank berbelit belit, banyak aturan dan wajib diikuti
d.
Harus antre
untuk bertransaksi yang hanya untuk kebutuhan sederhana seperti setor
atrau tarik dengan jumlah kecil misalnya Rp. 10.000
e.
Biaya transaksi
yang mahal, misalnya kirim uang kena biaya Rp. 25.000
f.
Produk atau
layanan bank tidak dirancang untuk mereka dengan kondisi keuangan yang tidak
tetap
g.
Ada
kecenderungan diskriminasi dalam pelayanan terhadap mereka, menganggap mereka
tidak punya uang sehingga layanan yang diterima berbeda.
5.
Potensi besar
segmen bawah yang belum tergarap. Jujur kita akui bahwa aktifitas ekonomi
sebagian besar digerakkan oleh sektor ekonomi kelas bawah seperti usaha-usaha
mikro yang masih dilaksanakan melalui mekanisme tunai. Berdasarkan data kurang
lebih sebesar Rp. 300 triliun uang tunai ditransaksikan lewat segment ini.
Apabila jumlah tersebut masuk ke sistem perbankan dan disalurkan bank kembali
dalam bentuk kredit ke meraka, tentunya akan menjadi stimulus penggerak
perekonomian yang sangat besar. Efisiensi dalam pengeloaan uang tunai oleh
BI pun akan dapat ditingkatkan dengan adanya penggunaan transaksi melalui
branchless banking.
6.
Kemajuan
teknologi khusus dalam berkomunikasi. Adanya tingkat penetrasi yang tinggi
perusahaan telco ke masyarakat bawah melalui penggunaan telepon seluler,
menyebabkan timbulnya pemikiran bagaimana memanfatkan kemajuan cara
berkomunikasi ini untuk menembus layanan keuangan ke segmen dimaksud dengan
memanfatkan keunggulan - keunggulan yang dimiliki perusahaan telco.
Hal-hal tersebut diatas, mengkondisikan
perlunya BB dan saat ini sedang berkembang di negara-negara Asia Pasific,
Africa dan Amerika Latin. Asia merupakan emerging market termasuk
Indonesia yang baru mulai memasuki era ini, meskipun aturan terkait
penerapannya masih dalam persiapan oleh BI.
Industri perbankan nasional perlu terus
didorong untuk memperkuat ketahanan, efisiensi, dan peranannya dalam
intermediasi termasuk didalamnya adalah perluasan akses masyarakat dengan biaya
yang lebih terjangkau melalui program keuangan inklusif. Program ini harus
dilakukan melalui dua sisi yakni:
·
Penawaran
(perluasan akses layanan perbankan dengan biaya terjangkau) dan
·
Permintaan
(penyediaan produk perbankan yang sesuai dg kebutuhan masyarakatberpenghasilan
rendah).
Implementasi kebijakan financial inclusion:
1. Pengoptimalan Penggunaan dengan di dukung regulasi
Mobile Money
2. Guideline & Pilot Project, Regulasi Branchless
Banking
3. Enhancement Tabunganku
4. Fasilitasi sertifikasi tanah
5. Mengembangkan Financial Identification Number (FIN)
6. Pengembangan Skim “Start-up” kredit serta produknya
7. Melakukan edukasi dan sosialisasi
8. Melakukan Consumer Protection
REFRENSI:
Irma Yusharto. Branchless Banking sebagai Terobosan Inklusi Finansial (Tulisan
untuk memperkaya perbankan di Indonesia)diakses melalui http://s3.amazonaws.com/academia.edu.